Jumat, 24 Februari 2012

"Anak muda yang suka meremehkan orang tua, mungkin dia sudah lupa kelak dia juga akan tua"
(Gus Mus)




Kamis, 23 Februari 2012

Lagi-lagi Impor Beras


            “Impor Beras” rasanya menjadi istilah yang akrab dan menjadi suatu kelaziman dalam kehidupan  perpanganan di Indonesia. Negeri yang dulu pernah dijadikan sebagai role model  karena keberhasilannya dalam berswasembada pangan oleh negara agraris lainnya, kini harus bergantung pada hasil produksi beras negara yang justru dahulunya mencontoh negara ini.  Pemerintah harusnya berkaca diri,  janji-janji yang mereka umbar untuk tidak lagi mengimpor beras jangan hanya sebagai  kebohongan manis yang menjadi harapan palsu bagi ratusan juta rakyat Indonesia yang sangat tergantung pada beras. Alih-alih menyelamatkan stok beras dan memenuhi kebutuhan dalam negeri, rasanya pemerintah lebih suka lumbung-lumbung Badan Usaha Logistik (Bulog) dipenuhi oleh beras negara orang dibandingkan dengan mulai menata sektor pertanian kita yang berbasis pada peningkatan produksi dalam negeri dan perlindungan terhadap hak petani.  Alih fungsi lahan pertanian dan minimnya dukungan pertanian dari pemerintah membuat petani kita harus memikul beban yang berat untuk memenuhi pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ditambah lagi cuaca ekstrim dan serangan hama mebuat kegagalan panen dimana-mana. Petani kita juga dihadapkan dengan monopoli kuasa tanah yang membuat mereka kehilangan hak-haknya.

Mari kita mulai membolak-balik media massa akhir-akhir ini. Tak perlu kita kita membuka kliping-kliping koran lama yang sudah lusuh lembab dalam gudang. Gambaran Indonesia di periode pertama SBY menjabat rasanya tak jauh berbeda dengan kesempatan kedua, pemerintahannya keranjingan impor beras!. Ironis,  Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengatakan, telah sepakat bahwa mulai tahun ini Bulog  tidak akan melakukan impor beras lagi. Selain itu, Bulog juga akan bersinergi terkait penyerapan beras dalam negeri sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. (ANTARA News, 8 Februari 2012), namun kenyataan yang terjadi adalah pemerintah lagi-lagi berencana mengimpor 2,2 juta ton beras pada tahun ini (kompas, 16 Februari 2012). Kewenangan daerah pun rasanya tidak mampu mencegah masuknya beras impor ke wilayahnya. Meski daerah mengalami surplus beras, dengan alasan tak bisa menyerap beras lokal, mental pemerintah (pusat dan daerah) rasanya sudah kecanduan dengan impor beras (lihat jpnn.com, 20 februari 2012 : “Surplus, Lampung Tetap Impor Beras” dan MedanBisnis, 24 Februari 2012 : “Bulog Sumut Pasok 20.048 Ton Beras dari Vietnam” ). Anehnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional tahun ini mencapai 37,5 ton beras, berlebih 4,5 juta ton dari jumlah konsumsi beras nasional. Bukankah kelebihan angka 4,5 juta ton itu menunjukkan kebutuhan beras terpenuhi bahkan itu dapat dimanfaatkan pemerintah sebagai stok dalam negeri?. Memang kita tidak bisa dibutakan oleh angka-angka BPS, tapi kita juga perlu khawatir dengan kebijakan pemerintah yang rasanya tidak berpihak pada rakyat ini.

ya presiden.....


kami fakir, sekolah kami miskin
ya presiden...
bagaimana kami dapat menjadi sepertimu
jika belum duduk sekolah sudah ambruk
bagaimana kami dapat belajar di sekolah
jika atapnya disanggah galah membuat kami gelisah
kami fakir..sekolah kami miskin
ya presiden...
Bagaimana kami dapat menggapai cita-cita
jika jembatan ambruk, membuat kami harus bertaruh nyawa

Bagaimana kami dapat belajar
jika buku-buku dan pungli sekolah semakin mahal

kami fakir..sekolah kami miskin
ya presiden...
kemana lagi kami berkeluh
selain kepada mu
karena kata Tuhan
kau adalah perantara Tuhan untuk  membangun sekolah ini..
Karena kata Tuhan
kau adalah perantara Tuhan agar kami menggapai cita-cita kami
kami fakir..dan sekolah kami makin prihatin
ya presiden...
sekolah perlu direnovasi
guru perlu digaji
dan kami butuh ilmu
kemana lagi kami berkeluh
jika kau tak lagi perduli
ya presiden..

Selasa, 21 Februari 2012

Setelah Solat Bersama sang Bunda, Seragam Panjang Dambaan Yuni Terkabul

Yuni dengan seragam barunya
Suatu hari di Bulan Juni,  aku dan Ririn membagi-bagikan seragam dan alat tulis sekolah yang merupakan bagian dari program Gerrak ( gerakan seragam dan alat tulis sekolah) 2011. Dengan kegiatan ini, kami berusaha ingin menyenangkan adik-adik yang ingin mempunyai seragam dan alat tulis sekolah yang baru, di awal tahun ajaran baru.
Salah satu daerah tempat kami membagi-bagikan seragam adalah daerah Serua Indah, Ciputat. Kami mendatangi rumah adik-adik yang sudah kami data sebelumnya. Kami memberinya pun dengan cara sembunyi-sembunyi karena kami tidak menginginkan adanya suatu kecemburuan dan terlebih lagi jumlah bantuannya juga sangat terbatas.
 "Rin, ada banyak orang yang nongkrong di dekat rumah Ibu Hamidah ga?", tanyaku pada Ririn.
 "Ga ada Man", jawabnya.
 "Oke, kalau begitu kita langsung dateng ke rumah Bu Hamidah ya aja Rin", tegasku.
****
Di rumah semi permanen dengan luas 2 x 3 m itu Ibu Hamidah tinggal bersama kedua orang putrinya. Suaminya sudah lama meninggal. Meski rumah yang ditempatinya itu sederhana, Ibu Hamidah dan kedua anaknya sangat mencintai rumahnya yang hanya berlantaikan tanah yang ia lapisi dengan karpet plastik itu. Rumah itu merupakan bantuan dari warga sekitar yang bergotong royong  mebuatkan rumah untuk mereka. Bagaimana tidak, dari penghasilannya sebagai buruh cuci ia hanya bisa mengantongi uang Rp. 350.000,-/bulan, jadi jangankan untuk mengontrak rumah, untuk keperluan sehari-hari saja ia kesulitan.
Dalam temaram ruangan, Yuni, anak Ibu Hamidah sedang asyik membantu ibunya melipat baju yang sudah disetrika diselingi obrolan hangat antara orang tua dan anak. Yuni tak pernah segan membantu ibunya yang rambutnya kini mulai dipenuhi uban. Kakanya Ratna, saat itu sedang tidak ada di rumah. Sampai di saat Yuni melipat baju sekolahnya yang sudah sedikit usang, ia memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya yang terpendam.
"Mak, Yuni  pengen deh sekolah pake baju tangan panjang. Rok panjang juga mak. Yuni  pengen sekolah pake jilbab mak", pinta Yuni kepada Ibunya.
 "Iya Ni, Insya allah emak kalo ada duit ntar mak beliin ya, Ema belum ada duit", jawab Ibu Hamidah dengan penuh kasih sayang. 

Yudi

Semenjak Subuh hari di tanggal 16 Desember 2011 pikiranku terus tertuju pada Bu Yuni. Masih terngingang-ngiang suara manjanya yang khas yang sudah lama tidak aku dengar sampai ia menelponku tiba-tiba di subuh itu.
“ Mba..Ririn..masih ingat ga aku Bu Yuni yang waktu itu ke dibawa ke Bogor.. Aku ga bisa tidur..obatnya ga ada..aku mau dibawa ke Bogor lagi. Mba Ririn bisa anter aku ga?” aku menirukan suara bu Yuni sambil melenggak-lenggokan badan gaya khasnya saat berbicara,  saat aku cerita pada Nurman peristiwa Bu Yuni menelpon ku.
Saat itu, aku dan Nurman belum bisa mengantarnya ke ke Rumah sakit Marzuki Mahdi, Bogor, tempat dimana pertama kali aku dan Nurman membawa Bu Yuni ke Rumah sakit saat ia tak berdaya.
***
                Pukul 1 malam di suatu hari dan tanggal yang aku lupa, aku dan Nurman dihubungi oleh pihak RSUD Kota Tangerang Selatan bahwa ada seorang Ibu-ibu ditemukan dalam kondisi tidak sadar di dekat tumpukkan sampah di daerah Pamulang. Ibu-ibu itu ditemukan polisi dan sempat dikira sudah tidak bernyawa. Saat peristiwa yang cukup menyita perhatian banyak warga itu, Direktur RSUD, Dr. Dahlia, sedang melintas, karena melihat keramaian dan saat itu ada polisi dari Kepolisian Sektor (Polsek) Pamulang membuat Dr. Dahlia memberhentikan mobilnya menghampiri tempat kejadian itu. akhirnya dipastikan Ibu-ibu tersebut masih hidup dan dengan segera dibawa ke RSUD Kota Tangsel. Kondisi Ibu yang bertubuh gempal itu sangat kotor dan ia merintih kesakitan. Kaos dan celana pendek yang membalut tubuhnya basah oleh air seni yang baunya sangat menyengat. Oleh pihak RSUD Ibu tersebut diduga menderita penyakit kejiawaan, yang membuat aku dan Nurman setelah dihubungi oleh pihak RSUD segera membawanya ke RS Marzuki Mahdi tempat biasa kami membawa pasien jiwa.
                Sekitar seminggu lebih sejak peristiwa itu, aku dihubungi pihak RS Marzuki Mahdi karena ada pasien yang kami jamin sudah diperbolehkan pulang. Pasien itu bernama Yuni. Aku sempat kebingungan dengan nama itu, karena seingatku aku tidak pernah mengantar pasien dengan nama itu. Tapi aku dan Nurman tidak mungkin mengelak karena jelas di surat penjamin itu tertera bermaterai nama, tanda tangan dan nomor ponselku. Dan itu mungkin saja terjadi mengingat pasien jiwa yang terlantar awalnya selalu tidak diketahui namanya dan kami membuat surat rekomendasi Dinas Sosialnya dengan nama Mr. X atau Mrs. X. Saat itu juga aku langsung menelpon Ibu Tina untuk meminjam mobil Masjid an-Nashr, Bintaro dan menghubungi temanku Kresna yang bisa menyetir mobil untuk mengantarkanku dan Nurman  ke RS Marzuki Mahdi untuk menjemput pasien itu.
                Aku dan Nurman masih dibayangi siapakah sosok pasien yang bernama Ibu Yuni itu. dalam bayangan kami, Ibu Yuni adalah pasien jiwa yang mencuri baju polisi dan memakainya yang kami dapatkan dari pihak Polsek Pondok aren. Sesampainya di Ruang Kresna, Ruang dimana Bu Yuni mendapatkan perawatan, masih menggelantung di benakku dan nurman pertanyaan siapakah Bu Yuni itu. sampai akhirnya kami melihat langsung sosok Bu Yuni yang saat itu mengenakan kaos pendek dan jilbab, aku dan Nurman masih juga tidak mengenali Bu Yuni. Aku dan Nurman terus memutar rekaman dalam otak kami yang bisa membuka tabir kisah Bu Yuni bersama kami. Akhirnya kami menyepakati bahwa Bu Yuni itu adalah pasien kami yang seminggu lalu kami antar. Wajar saja saat kami antar ke rumah sakit, wajah Bu Yuni tidak terlalu jelas karena kotor.

       Kesehatan adalah salah satu hak yang paling mendasar yang harus diperoleh warga negara tanpa terkecuali. Secara hakiki tidak ada pembeda-bedaan kelas yang menyebabkan  warga miskin di Indonesia lekat dengan stigma “Orang Miskin Dilarang Sehat”. Jelas secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban untuk  memenuhi hak sehat setiap warga negara dan menyediakan fasilitas serta penunjangnya. 

         Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah menggulirkan program yang diharapkan bisa memenuhi hak sehat setiap rakyat Indonesia. Untuk menjamin penduduk miskin agar mampu mengakses pelayanan kesehatan, sejak tahun 2005 pemerintah telah membuat program pemeliharaan kesehatan yang bernama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM). Akibat dari beberapa permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program JPKMM atau yang lebih dikenal dengan program Asuransi Kesehatan Masyakat Miskin (Askeskin) ini,  pada tahun 2008 program ini berubah menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) hingga sekarang.
     Dalam kurun waktu tiga tahun sejak program Jamkesmas ini digulirkan, masih banyak ditemui permasalahan di lapangan yang menunjukkan masih sangat minim pemenuhan hak sehat untuk warga miskin. Beberapa media banyak  memberitakan warga miskin yang tidak mendapat Jamkesmas, ditolak rumah sakit, sakit tidak tertolong karena ketakutan akan pengobatan yang mahal, dll. Tidak hanya itu, sosialisasi yang minim terkait program ini menyebabkan banyak aparatur dan oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat atas jaminan pengobatan gratis ini dengan meminta uang kepada pasien dengan alasan untuk bayar obat lah, kamar lah, dll. Tak kalah sadis, marak mencuat dugaan korupsi Jamkesmas di berbagai daerah seperti yang terjadi di Brebes   ( kompas.com, 28 Juli 2011), Binjai (www.hariansumutpos.com, 20 Oktober 2011) , Sukabumi (Poskota, 11 November 2011) , dan dugaan di beberapa daerah lainnya. Tak sedikit ditemukan juga kasus adanya tindakan diskriminatif dari pihak rumah sakit terhadap pasien Jamkesmas. Tidak hanya itu, warga miskin juga dihadapi dengan masalah ketiadaan ongkos menuju ke rumah sakit. Karena tidak dipungkiri, warga miskin di negara ini bisa berada dalam kondisi tidak mempunyai uang sama sekali berhari-hari. Jadi jangankan untuk ongkos ke rumah sakit, untuk mengisi perut saja mereka kesulitan.
 Untuk tahun 2011, Pemerintah mentargetkan 19,1 juta Rumah Tangga Miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta warga miskin terpenuhi hak sehatnya melalui Jamkesmas, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara nasional oleh Menteri Kesehatan. Jumlah tersebut sama dengan jumlah peserta Jamkesmas yang sama di tahun sebelumnya. Ironisnya, meski pemerintah mengklaim melalui BPS bahwa data jumlah warga miskin berkurang 15,9 juta jiwa menjadi 60,5 juta jiwa saat ini, Fakta di lapangan masih saja banyak warga miskin yang tidak mendapatkan 
pelayanan kesehatan gratis.
        Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1185 Tahun 2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan, dan Rumah Tahanan Negara, serta Korban Bencana, menunjukkan bahwa kepersertaan Jamkesmas telah diperluas. Peserta Jamkesmas ada yang memiliki kartu sebagai identitas peserta dan ada yang tidak memiliki kartu. Adapun yang berhak menerima Jamkesmas sesuai  Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2011 adalah :

Dampak Buruk Makan dan Minum dg Berdiri


Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri, Qotadah berkata:”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu kebih buruk lagi”. (HR.Muslim dan Turmidzi)

Bersabda Rasulullah ,“Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan !” (HR. Muslim)

Dampak buruk makan dan minum dg berdiri :
Menyebabkan penyakit Kristal Ginjal
Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yg bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup.Setiap air yg diminum akan disalurkan penyaringan yg berada di ginjal. Jka kita minum sambil berdiri mk otomatis masuk tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih shg terjadi pengendapan di saluran sepanjang perjalanan (ureter). Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter inilah yg menyebabkn penyakit Kristal Ginjal. (Diperkuat pendapt Imam Ibnu Qayyim Al Jauzzi)

" Rasulullah memang pernah sekali minum dg berdiri ketika dlm kondisi tdk memungkinkn utk duduk,
 tapi tidak menjadi kebiasaan."
Merusak saluran pencernaan
Makanan&minuman dg berdiri menyebabkan saluran pencernaan menerima langsung dg keras shg dlm jangka panjang akan menyebabkan kerusakan (Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani)

Tidak menyebabkan ketenangan, krn ketika berdiri otor pencernaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras (Dr. Ibrahim Al-Rawi)

Menyebabkan Pingsan/Kematian Mendadak
Makanan&minuman yg disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yg dilakukan oleh reaksi saraf
kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yg mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (Vagal Inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak
mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak (Dr Ibrahim Al Rawi)