Minggu, 10 April 2011

Geliat APSG di Era Persaingan Usaha

“Karena bermunculan restoran siap saji di sekitar restoran ini, seperti Pizza Hut, KFC Petronas, dan Taman jajan Gintung,  omset restotran ini menjadi menurun. Namun kita tetap memilliki keunggulan dibandingakan dengan yang lain. Restoran ini menyajikan atmosfer alam sehingga pelanggan tetap memilih untuk datang kesini,” ujarnya
Begitulah  Budoyo Subandi mengungkapakan keunggulan restoran yang terletak di Jl. Ir.H. Juanda, Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan. Ia tetap berdiri tegak walau sudah 60 tahun ia menjalani pahit manisnya  hidup. Rupanya latar belakang militer yang membuat bapak tiga orang anak ini masih terlihat sehat dan bersemangat. Raut muka ramah tampak dari wajah berkacamatanya saat diberondong pertanyaan oleh mahasiswa jurusan Konsentrasi Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang melakukan kunjungan
Di temani suasana asri yang tampak dari taman dan dekorasi yang memakan biaya perawatan tidak sedikit, tanpa  ragu ia mulai bercerita mengenai restoran yang sudah akrab dengannya sejak tahun 1970. Menjadi seorang tukang sapu, tukang masak, hingga menjadi orang kepercayan sang pemilik yaitu Bapak Yatmoko, telah dirasakannya.  Ia menapaki setiap fase pasang-surut perkembangan restoran Ayam Panggang Situ Gintung (APSG).  Pada awal berdiri,  belum banyak berdiri restoran serupa. “ Hanya ada restoran ini dan Restoran Lembur Kuring, bahkan restoran ini sempat mau dibeli oleh Lembur Kuring, namun kami tidak mau,” jelas  Budoyo. Pada tahun 1998, restoran ini sempat mengalami penurunan omset  akibat dampak krisis moneter yang menimpa Indonesia. Berkat tangan laki-laki yang sangat mengedepankan kedisiplinan inilah, restoran ini sedikit demi sedikit mulai menggeliat kembali. Tidak berhenti hanya disitu, munculnya restoran siap saji seperti Pizza Hut, KFC Petronas, Bakso Atom, Taman Jajan Gintung, dan lainnya  membuat Budoyo beserta jajaran pengelola lain memutar otak agar restoran ini tetap mampu bertahan di dunia persaingan ini.
Jebolnya situ Gintung pada tahun 2009 juga berdampak merosotnya omset restoran ini.. “Jebolnya Gintung membuat pelanggan tidak menentu, akhirnya restoran kami menurun omsetnya, Budoyo mengisahkan dampak dari jebolnya Situ Gintung terhadap restoran ini. Ia melakukan publikasi yang berbeda dengan menelpon pelanggan- pelanggan restoran itu agar terjalin kedekatan dengan pelanggan. Salah satu cara agar pelanggan tidak lari  adalah disediakannya arena bermain anak dan outbond. Akhirnya, setelah upaya telah dijalani, restoran ini masih tetap eksis  hingga dapat menghidupi lebih dari 100 karyawannya sampai sekarang.
Menu makanan andalan di restoran ini adalah ayam panggang, karena terus mengalami perkembangan, menunya ditambah seperti seafood, sayur asem dan ikan asin. Harga yang ditawarkan juga cukup terjangkau berkisar antara Rp. 4.000 - Rp. 75.000. Kalau kita pasang harga yang mahal khawatir pelanggan tidak mau datang ke sini. Padahal kami harus mengeluarkan perawatan tempat yang menelan biaya yang cukup mahal, menggaji karyawan, tapi ya mau gimana lagi,” ungkapnya. Restoran ini buka sejak pukul 8 pagi dan tutup pada pukul 10 malam.
Melihat pasar banyak yang tertarik pada makanan Eropa, pengelola restoran membuka cabang yang khusus menyajikan makanan Eropa yaitu Restoran Fifo kafe Resto yang terletak di sebelahnya. Berbeda dengan APSG yang target pasarnya adalah keluarga, Fifo Kafe lebih diminati oleh kalangan pemuda. Hal ini juga merupakan siasat dalam mengahadapi restoran-restoran di sekitar yang sebagian besar pelanggannya adalah kaum muda.
“Ya mudah-mudahan restoran ini tetap berjaya hingga tahun-tahun berikutnya dan tidak tergerus persaingan dengan restoran lain.   Kami sangat mengedepankan kedisiplinan dan rasa kekeluargaan antara pemilik, pengelola, karyawan, dan pelanggan agar tercipta suasana yang hangat dan akrab. Kami juga berupaya terus berinovasi agar restaurant ini bisa tetap eksis,” ungkap Budoyo menutup bincang-bincang pagi itu

Tidak ada komentar: