Minggu, 10 April 2011

Geliat APSG di Era Persaingan Usaha

“Karena bermunculan restoran siap saji di sekitar restoran ini, seperti Pizza Hut, KFC Petronas, dan Taman jajan Gintung,  omset restotran ini menjadi menurun. Namun kita tetap memilliki keunggulan dibandingakan dengan yang lain. Restoran ini menyajikan atmosfer alam sehingga pelanggan tetap memilih untuk datang kesini,” ujarnya
Begitulah  Budoyo Subandi mengungkapakan keunggulan restoran yang terletak di Jl. Ir.H. Juanda, Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan. Ia tetap berdiri tegak walau sudah 60 tahun ia menjalani pahit manisnya  hidup. Rupanya latar belakang militer yang membuat bapak tiga orang anak ini masih terlihat sehat dan bersemangat. Raut muka ramah tampak dari wajah berkacamatanya saat diberondong pertanyaan oleh mahasiswa jurusan Konsentrasi Jurnalistik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang melakukan kunjungan

Ekshibisonis

EKSHIBISIONIS
Ini pengalamanku yang paling pahit. Sungguh kukatakan sekali lagi ini yang paling pahit. Mungkin tepat ku katakan mimpi apa aku semalam hingga aku bisa menngalami kejadian ini. Aku bukanlah baru jatuh dari jurang, atau mendapat kiriman bom. Ini lebih tragis. Tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tapi ini juga menginjak-injak kehormatan dan harga diriku. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh, semoga perempuan di seluruh dunia ini tidak mengnalami kejadian buruk seperti yang aku alami, dan laki-laki mulailah meredam nafsu kalian!
Sore hari, saat menikmati kesendirian dalam kelelahan sehabis kuliah, aku berjalan sedikit gontai. Maklum, uang di kantong tinggal Rp.3000,- dan bakteri di perut mulai bernyanyi riang tanda keroncongan. Aku harus menghilangkan sejenak  gambar ayam goreng, rendang, dan jus stroberi dalam bayanganku karena aku akan menyebrang. Saat itu, aku hanya memastikan tidak ada lagi kendaraan yang melaju dari kanan dan kiriku, tanpa tahu ternyata sudah ada seonggok daging yang memerhatikanku dari entah kejauhan atau kedekatan.

Falsh Fiction-Iqra

Keringat membasahi kaos belel bergambar presiden SBY yang Ayu kenakan. Ia lari bertelanjangkaki. Terik matahari tidak mematahkan semangatnya untuk belajar di "Jalan Ilmu" sekolah gratis untuk anak jalanan yang didirikan Amanda.
"Maaf ka, saya terlambat, tadi ada pengajian, banyak gelas akua yang bisa ku ambil"
"Belum mulai ko, taro karung kamu dulu. Ayo ade-ade kita mulai belajarnya. Semangat-semangat!” Amanda
“OK Kaka yang cantik”teriak anak-anak itu serempak.
“Siapa yang tau global warming?”Tanya Amanda
“Aku Ka” Ayu mengancungkan jari telunjukkanya.
“Apa Yu?”
“Bahasa indonesianya pemanasan global bukan ka?
“Betul, lanjut Yu”
“Kata kertas bungkus gorengan yang aku baca, itu gara-gara banyak pohon yang digantiin gedung, bisa juga karena motor, dan pabrik-pabrik. Cara ngatasinnya bisa lewat daur ulang. Betulkan ka?“ Ayu melirik Manda. Yang dilirik mengangguk pasti.
“Jadi, kita ini tuh pahlawan karena ngumpulin plastik-plastik buat didaur ulang. Biar semakin keling, jangan berehenti ngumpulin plastik Semangat-semangat!” Ayu mengakhiri jawabanya dengan meniru gaya Amanda. Manda senyum-senyum sendiri
Batin Amanda menangis, walau dalam keterbatasan anak-anak itu terus semangat belajar 

Flash Fiction-Menyusul

Sembari mengancingi resleting celananya, Sentot keluar dari gerbong kereta itu. Ia melihat ke sekeliling memastikan seorangpun tidak melihatnya. Sebalok kayu dari balik jaket jeansnya dibuangnya ke tanah. Dengan santai ia menelusuri dinginnya tengah malam seperti tidak terjadi apa-apa.
Malam itu, sentot mabuk berat. Ia gelap mata mencabuli dan memukuli seorang anak berumur 10 tahun. Sentot berjalan terhuyung meninggalkan anak yang tergeletak tak berdaya itu seorang diri. Dari bibir anak itu menetes cairan merah segar yang sesekali ia usap dengan tanganya. Rintihan minta tolong dari mulut mungilnya tak mampu memecahkan keheningan. Ia mengambil kaleng lem aibon dari kantong celananya, lalu melemparkannya ke kaca kereta berharap seseorang mendengarnya. Dengan tenaga yang hampir habis ia mencoba berdiri, tapi kakinya yang terluka akibat pukulan benda keras tak mampu menopang tubuh kurusnya.
“Makan dulu tong, pegel tangan ema nyuapin, jangan lari-larian ah” terngiang suara dan wajah bunda yang telah tiada. Seketika air mata menetes dari pelupuk matanya. Dalam napas terakhirnya, anak itu  berucap “Ma, Bayu kangen ema, Bayu mau nyusul ema ke surga”