Minggu, 06 November 2011

Pihak Orang Tua Pipit"Spyderkids" Tidak Kooperatif


Pipit saat mengobrol dengan Dr. Susi didampingi oleh pihak dari
LSM Marcilea Foundation dan RPSA.
            Masyarakat sempat digemparkan dengan berita Pipit "spyderkids" seorang anak perempuan yang memanjat tower provider cellular di dekat Kepolisian Sektor (Polsek) Ciputat, Tangerang Selatan. Sejak kasus tersebut bergulir, Pipit akhirnya ditangani oleh pihak Rumah Sosial Penitipan Anak (RPSA) dan mendapat penangananan medis di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Herdjan, Grogol, dan dinyatakan menderita penyakit yang disebut Contact Disorder. Ciri2 dari penyakit tersebut adalah pasien suka memanipulasi, emosi tidak stabil. Seperti yang dikutip dari pernyataan dokter yang menagani Pipit, Dr. Susi, Pipit berpotensi menjadi psikopat saat dia dewasa.
           
            "Pipit harus ditangani secara tuntas karena dia membahayakan dirinya maupun orang disekitarnya," tambahnya.
" Seperti yang dikutip dari pernyataan dokter yang menagani Pipit, Dr. Susi, Pipit berpotensi menjadi psikopat saat dia dewasa."
            Pipit yang seharusnya masih dalam penanganan medis pihak rumah sakit, sempat dibawa pulang oleh orang tuanya. Terkait proses pulang Pipit, menurut pengakuan dari berbagai pihak, orang tua Pipit memberikan keterangan yang berbeda.

Rabb..

Ya allah..mustahil aku dapat menebak kapan matiku..
Tapi terbayang kengerian dibenakku jika aku harus mati lalu kau ceburkan aku ke dalam nerakamu..
Aku tak pernah bercita2 menjadi jahat..lalu memberatkan timbangan amal burukku..
Tapi tak juga aku mengerti akan kebaikan yang diterima olehmu..
Karena yang jelas di mataku, jahat adalah jahat, sedangkan baik selalu relatif
ya allah..jika ada keinginan yang terungkap sebelum penciptaanku..
Aku tak pernah mau kau ciptakan..semulia-mulianya, sesempurna-sempurnanya manusia sebagai makhlukmu..jika sampai saat ini yang terbayang olehku hanya kengerian akan hukumanmu.
mungkin aku tak pandai bersyukur..atau memaknai penciptaanmu melalui manifestasi keimananku..
Tapi ya allah..seungguhku tak pernah berniat menjadi makhlukMu yang berdosa..
Tapi sungguh juga aku tak dapat meniadakan dosa dalam kehidupanku..
Ya Allah..karena kau ciptakan aku..
Aku melihat ibuku..ayahku..saudara2ku..orang2 yang ku kasihi..
Tentunya tak inginku terpisah dari mereka di akhirat nanti..
Tapi sungguh tak juga inginku bersama mereka dalam perih siksa neraka..
Sungguhku tak ingin begitu..
Yang ku inginkan syurga bersama mereka..
Dan tak pernah ku berpikir egois untuk berkhayal syurga sendirian sembari melihat mereka merintih kesakitan..tapi juga tak inginku mereka melihatku dalam siksa atas salahku saat mereka menikmati jamuan syurga..
Ilahi.. dalam bingung dan takut ini, bimbinglah aku Rabbiku…

Dalam Perih Yandi Sendiri



warga memindahkan jenazah alm. bu Titin ke kediaman nya

Setiap ku tanya, Yandi hanya meringis saja. Entah dia hendak menangis atau tersipu malu selayaknya anak kecil yang baru bertemu dengan orang baru, aku tidak tahu pasti. Terus diobok-oboknya ikan cupang slayer dalam gelas bekas air mineral di genggamanya. Sesekali ia menatap tajam ke arahku   dan Nurman, sisanya ia hanya menunduk.

            "Yandi kelas berapa Pak?" tanyaku pada bapak bertato di sebelahku.
            "Masih TK kalo ga salah."
            "Hush, udah kelas 1 SD, tp ga tau SD mana neng," sanggah ibu berbaju biru yang tak ku tahu namanya.
             Jalan terbaik adalah langsung kutanya Yandi yang saat itu masih  asik dengan ikannya.
            "Yandi kelas berapa?"
            "Kelas 1."
            "Kak Gema tinggal dimana sekarang Yan?Yandi ga ikut Kak Gema?"
            "Di Kebayoran," jawab Yandi singkat.
            "Dia mah taunya di Kebayoran doang neng, semuanya dijawab Kebayoran. Saudaranya mah banyak ga cuma di Kebayoran,"jelas sang tetangga.
            "Dia deket banget neng sama neneknya, malah manggil neneknya ibu. Jadi dia mau nunggu neneknya aja ga mau tinggal sama saudaranya kaya kakanya Gema"
"Pemerintah mentargetkan 76,4 juta warga miskin terpenuhi hak sehatnya melalui Jamkesmas, melampaui data jumlah warga miskin yang menurut BPS (Badan Pusat Statistik) berkurang 15,9 juta jiwa menjadi 60,5 juta jiwa saat ini. Fakta di lapangan justru menunjukkan masih banyak warga yang tidak mendapat Jamkesmas, ditolak rumah sakit atau punya Jamkesmas tapi tetap dalam ketakutan tak mampu bayar biaya pengobatan.          
sumur yg pernah dipakai untuk memandikan  warga yg meninggal
Aku dan Nurman terus mencoba mengajak Yandi bicara berharap ada senyum yang merekah dari bibirnya. Kami pun menjanjikan untuk mengajaknya di acara jambore anak yatim yang akan kami adakan kelak. Muka polosnya memperlihatkan kepedihan yang amat berat. Terkadang terdengar sesak dari setiap kata yang diucapkannya.
***
            Gema azan magrib bersahut-sahutan dengan bising kendaraan dari balik tembok beton tol Pondok Ranji itu. Terdengar suara tangisan bocah laki-laki dari arah rumah sempit beratapkan seng di balik tembok tol.  Yandi terus menggoyang-goyangkan tangan seorang wanita paruh baya yang tergeletak di sampingnya dengan mulut berbusa. Tangisannya semakin kencang, air mata membanjiri dahi neneknya yang tak juga sadar meski ia semakin keras menggoyangkan tangannya.

Kamis, 03 November 2011

Di Bus PPD 21

Di bus PPD P21, jurusan Ciputat-Blok M. Sudah lama sekali saya tidak mencium aroma khas dari bus rakyat ini. Saya memilih duduk di bangku pojok paling depan, dekat pintu bus yang sejak saya kecil rasanya bentuk dan fasilitasnya tidak pernah berkembang seiiring dinamika zaman. Memandang suasana luar adalah aktifitas paling menarik bagi saya saat mengalami kesendirian dalam perjalan. Tanpa teman ngobrol, saya akan memandangi setiap celah perjalanan Ciputat-Blok M yang dilewati bus bertarif jauh-dekat Rp. 2000 ini.
Semakin meningkatnya pengguna kendaraan mesin beroda dua rasanya yang menjadi penyebab saya harus menunggu keberangkatan bus hampir satu jam lamanya. Saya pun tidak dapat memaksa pak supir berwajah ramah itu untuk memutar kendali setirnya. Sembari bercanda dengan keneknya, pa supir dengan sabar menunggu bangku-bangku rezekinya terisi oleh kepentingan manusia. Dahulu, saat umur saya dua puluh tahun ke bawah, waktu-waktu menunggu seperti ini saya habiskan untuk membaca. Membuka tas dan mengambil bahan baca yang walau satu tetapi selalu saya bawa. Tapi apa yang saya lakukan saat ini, saya hanya membuka facebook lalu tertidur seperti biasa.
Pergerakan bis, membuat saya terbangun dari tidur tanpa lelap. Rupanya bus siap meninggalkan Ciputat dengan perlahan-lahan sembari mencari penumpang. Dalam batin saya, saya menyesalkan ketragisan yang terjadi dalam hidup saya. Menjadi orang bodoh, bagaikan mengalami kiamat syugro. Bodoh berarti mati, bukan secara fisik, tetapi secara intelektual apalagi bagi seorang mahasiswa seperti saya. Dan kematian intelektual rasanya menjadi kezaliman terbesar dalam hidup saya.