Rabu, 08 Agustus 2012
SUMRINGAH 1433 H part 1
Hampir kering gigi bocah sembilan tahunan itu saat menyunggingkan
senyuman paling lebar sembari menenteng plastik berisi sepatu pilihannya. Sesekali
ia lihat sepatu itu dan membayangkan
betapa kerennya jika sepatu itu melekat di kaki mungilnya. Namanya Andika. Bocah
berkepala plontos itu rupanya punya pertimbangan matang mengapa sepatu menjadi
pilihannya.“Klo beli baju ga bisa dipake ke sekolah om, klo beli sepatu abis
lebaran bisa di pake sekolah,” tegas katanya saat ditanyai oleh Kak Resha
mengapa ia tak membeli baju untuk ia pakai di hari raya.
Bersama 43 anak lainnya, Andika mengikuti kegiatan
SUMRINGAH (senyum riang hari raya) 4 Agustus 2012 kemarin. Dalam kegiatan itu, dengan
uang sejumlah Rp. 150.000,- mereka bebas memilih apa yang menjadi keinginan
mereka. Tujuan kegiatan itu hanya satu, bagaimana membuat anak-anak yang
kehilangan kasih sayang ayah itu dapat tersenyum selebar-lebarnya di hari
raya. Meski hari raya lebaran selalu
identik dengan baju baru, seperti andika, banyak anak-anak yang memilih sepatu,
biar bisa dipakai sekolah katanya. Tapi tak sedikit juga yang memilih baju,
celana, dan sendal. Seperti Buti yang tak bosan-bosan mengepas-ngepaskan baju
lengan panjang di badannya.
Tahun 2011, menjadi tahun pertama kami mengadakan
SUMRINGAH. Ketika seorang kawan penasaran menanyakan mengapa kami mengadakan
SUMRINGAH, kami mengaharu biru menceritakan apa yang menjadi latar belakang
kami mengadakan kegiatan ini. Sebelumnya, kami telah mengadakan GERRAK (gerakan
seragam dan alat tulis sekolah). Ada satu keluarga kecil dengan dua orang anak tanpa
ayah yang hanya menggantungkan hidupnya dari upah sang ibu sebagai buruh cuci. Mereka
tinggal di rumah sangat sederhana yang dibuatkan oleh warga sekitar di atas
tanah yang bukan miliknya. Sang Ibu, sembari menangis menceritakan keajaiban
selepas ia berdoa saat kami mendatangi rumahnya. Khusyuk memohon pada Sang
Khalik ba’da solat juhur, sang ibu berdoa agar anaknya yang paling kecil bisa
memiliki baju seragam panjang karena ia ingin mengenakan jilbab. Tak lama
kemudian, belum juga mukena yang dikenakan ia tanggalkan, datanglah kami
membawa seragam panjang untuk anaknya. Buru-buru, sang ibu memanggil anaknya
yang sedang bermain di luar untuk mencoba baju seragam yang kami berikan. Tak
hanya cerita bahagia itu, terselip juga kisah pedih yang dibagi oleh ibu itu
kepada kami.
Langganan:
Postingan (Atom)